TUGU KHATULISTIWA, POTENSI WISATA YANG
TERABAIKAN
Kabupaten Parigi Moutong adalah salah
satu daerah di Sulawesi Tengah yang tepat berada di pesisir Teluk Tomini, juga
memiliki wilayah terluas di Teluk Tomini dengan posisi di Garis Khatulistiwa.
Garis Khatulistiwa itu tepatnya berada di Desa Sinei, Kecamatan Tinombo Selatan.
Desa ini sendiri sudah dimekarkan pada tahun 2008 silam dan diberi nama menjadi
Desa Khatulistiwa. Sayangnya, tugu khatulistiwa yang ada di desa ini tidak
terawat dengan baik dan terkesan terabaikan.
“Dulu pada tahun 2009, Pemerintah
Kabupaten sudah meninjau lokasi ini dan akan direncanakan, untuk ditata dan
dibangun gedung, sebagai tanda pusat wisata dunia,” kata tokoh masyarakat Desa
Khatulistiwa, Masruhin.
Berdasarkan penuturannya, tugu Khatulistiwa
dibangun pada tahun 1992 oleh Disbupdar, saat kegiatan Latihan Integrasi Taruna
Dewasa (Latsitarda) Nusantara XIII. Namun
koordinat tugu khatulistiwa ini sebenarnya melenceng sejauh 60 m lebih ke utara
dari lokasi garis khatulistiwa yang sebenarnya, tugu tersebut berada di tengah
persimpangan jalur jalan Trans Sulawesi, di Desa Khatulistiwa Kecamatan Tinombo
Selatan dengan jarak ± 105 dari kota Parigi Moutong (Ibukota Kabupaten).
Keberadaan tugu Khatulistiwa merupakan
potensi wisata dunia, yang ada di Sulawesi Tengah yang berada di Kabupaten
Parigi Moutong, tepatnya di Desa Khatulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan. Sebab
jauh sebelumnya, keberadaan tugu tersebut sudah banyak di kunjungi para
wisatawan dari mancanegara.
“Desa kami ini sudah banyak di datangi
turis, dengan tujuan mau melihat dan menyaksikan secara langsung tugu pusat
dunia itu,” kata Masruhin.
Akan tetapi Masruhin sangat menyayangkan,
kedatangan para turis tersebut hanya menggunakan kendaraan operasional, milik
pariwisata Pemerintah Makassar, bukan milik Pemerintah Provinsi Sulteng ataupun
Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong.
Kata dia, kedatangan wisatawan asing itu
bukan hanya sekadar melihat langsung keberadaan tugu itu. Tetapi mereka juga
bertujuan melakukan survei dan analisis, untuk menguji kebenaran dan posisi
garis khatulistiwa di desa itu.
Yang lebih menyedihkan lagi, selain tugu
yang tidak terawat, Pemerintah Desa (Pemdes) setempat juga tidak memiliki kantor
desa sebagai menjadi pusat aktifitas pelayanan kepada masyarakat.
WISATA PULAU KELELAWAR TERLUPAKAN
Setelah dari Desa Khatulistiwa, tim
ekspedisi Media Alkhairaat melanjutkan perjalanan, menuju potensi wisata
lainnya di Kabupaten Parigi Moutong, yakni keberadaan pulau kelelawar. Pulau
itu berada di Desa Tomoli Kecamatan Toribulu, masyarakat setempat menamakan
tempat itu sebagai pulau kelelawar, karena di pulau tersebut ribuan jumlah
kelelawar yang hidup bergelantungan di pepohonan yang ada di pulau itu.
“Banyak sekali kelelawar yang hidup
disana, makanya orang tua terdahulu di Desa kami ini, menamakan sebabagai pulau
kelelawar,” kata warga Desa Tomoli yang berdomisili di pesisir pantai, Mama
Gita.
Kelelawar yang berada di Pulau tersebut,
terdiri dari bebeparapa jenis dengan bentuk tubuh, warna kulit, maupun ukuran badanya.
Saat ini baru sekitar tiga jenis kelelawar yang bisa dibedakan, seperti dari
warna kulitnya yang berwarna merah, hitam dan kuning. Yang lebih menarik lagi, kumpulan
kelelawar itu menyatu tanpa terpisahkan, walaupun jenis mereka berbeda satu
sama lainnya.
Mama Gita menuturkan, pulau kelelawar itu
menjadi kebanggan warga setempat, sehingga pulau itu dijaga kelestariannya dan
setiap hari besar kenegaraan ataupun Keagamaan, masyarakat setempat bersama
Pemerintah Desa, selalu merayakannya di Pulau itu. Bahkan kata dia, tidak
sedikit juga masyarakat yang menggelar resepsi pernihan anak mereka di pulau
itu.
“Kelelawar tersebut akan terlihat
menjelang Maghrib atau malam hari untuk mencari makan, aktifitas kelelawar itu
akan ditandai dengan mengeluarkan suara melengking dari ketinggian,” katanya.
Selain itu juga keindahan pesisir laut,
terasa menghanyutkan pengunjungnya, seakan tidak ingin meninggalkan desa dan
pulau itu. Keindahan pesisir laut itu, sangat menjanjikan keindahan alam bawah
laut. Pulau kelelawar terdapat di teluk
tomini yang berjarak kurang lebih 60 Kilometer dari ibukota Kabupaten, dengan
waktu tempuh sekitar tiga jam.
Sementara dari pesisir pantai ke pulau kelelawar,
dapat di tempuh dengan menggunakan perahu mesin yang di sewakan oleh masyarakat
setempat, dengan tarif yang terjangkau murah sekitar Rp10 ribu. Mama Gita
menyayangkan, pulau itu pun tidak diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Parigi
Moutong. Seharusnya Pemkab memprogramkan penanaman pohon kembali, untuk program
peremajaan pepohonan yang ada.
WISATA TEBING LIKUNGGAVALI
![]() |
Tebing Likunggavali |
Selanjutnya potensi wisata Tebing Likunggavali,
yang terletak di Desa Marantale, Kecamatan Siniu. Potensi yang disajikan
panorama wisata tebing likunggavali, dapat memberi kesan tersendiri bagi
pengunjungnya. Karena alam pegunungan dengan tebing menjulang kelangit, dan
disuguhkan angin segar pegunungan tanpa khawatir tercemar oleh asap dan zat
kimian yang dapat membunuh manusia.
Pengunjung yang sering mendatangi wisata
tebing likunggavali adalah para pencinta
alam, yang gemar memanjat tebing, untuk kepuasan hobi mereka dalam
berpetualang. Tebing likunggavali merupakan bentukan alam tanpa adanya rekayasa,
ketinggiannyapun akan terasa sulit untuk di lewati. Di lokasi wisata tersebut,
juga terdapat panorama yang indah untuk bersantai dengan keluarga, sebab air
terjun disekitar tebing likunggavali akan memanjakan mata, kemudian pemandangan
laut lepas dari puncak tebing tersebut, memberi nilai tarik bagi semua
pengunjung untuk mencapai puncak tebing.
Kabupaten Parigi Moutong, terletak dibagian
timur dari Kota Palu, perjalanan menuju Kabupaten Parigi akan memberikan
ponarama yang indah disepanjang jalan trans Sulawesi di daerah kebun kopi.
Jalur perjalanannya pun akan terasa mengesankan, bagi pengguna jalan raya yang
menyukai kendaraan sepeda motor, sebab jalur tempuh yang tidak mudah. Karena
jumlah tikungan yang mengalahkan tikungan arena balapan motor GP. (Koran Harian Umum Media Alkhairaat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar