Jumat, 07 September 2012

KISAH ANI PIJA : Korban Gempa Terjepit Hingga Pagi


 
Sungguh memilukan nasib janda tua, bernama Ani Pija (52) itu, warga Desa Tuva Kecamatan Gubasa Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sejak ditinggal suaminya dia hidup bersama enam orang anaknya disebuah gubuk tua. 10 tahun lebih dia menghidupi ke enam anaknya, hanya mengandalkan uluran tangan tetangganya, melalui pekerjaan sebagai buru tani, yang dihargai dalam seharinya sebesar Rp15 ribu.
Ani Pija, yang biasanya tidak pernah terlihat murung dan berputus asa, saat ini sering termenung dan berdiam diri, saat senja akan tenggelam. Dibalik tenda pengungsian di depan gubuk tuanya, Ani berpasrah diri pada Tuhan, karena gubuk tuanya, kini tinggal diganjal dengan sebuah balok. Sejak terjadinya gempa pada sabtu (18/8) pekan kemarin.  
Sebulan lebih pasca gempa yang berkekuatan 6,2 SR, menerpa Desa Kelahirannya dan menghancurkan sekitar ribuan rumah dari tiga Kecamatan Kabupaten Sigi. Kondisi Ani bagaikan terjepit dalam reruntuhan banguan, karena situasi mencekam tetap terlihat pada benaknya saat menjelang malam, dia masih terbayang dengan kejadia tersebut. “Saya takut pak, bagaimana kalau gempa itu terjadi lagi, pasti rumah saya akan rubuh, karena hanya inilah satu-satunya warisan peninggalan suami saya,” kata dia sambil meneteskan air mata.
Sementara sejak kejadian bencana gempa itu, Ani Pija mengaku tidak berani meminta bantuan sosial yang bertumpuk di posko penanggulangan bencana, karena dia juga tidak mau tersinggung, sebab selama ini pendistribusia bantuan itu, tidak merata bahkan ada yang saling mencurigai. Dia rela bernaung di tenda milik pribadinya sendiri, yang sudah pada bocor dan tidak layak lagi untuk bernaung. Sementara warga lainnya yang tidak terlalu parah kondisi rumahnya, mendapatkan bantua tenda dan peralatan lainnya dan masih tergolong mampu.
“Alhamdulillah saya masih punya tenda ini, walaupun kalau ada hujan dipastikan akan basah,” kata dia lagi.
Ani Pija bersama salah seorang anaknya dan menantunya, serta ditemani cucu tercintanya, tetap bertahan di tenda tua, dan makan apa adanya tanpa lauk pauk yang layak. Baginya kondisi itu, hal yang biasa dihadapainya, sebelum gempa itu terjadi. “Saya sudah biasa makan apa adanya,” jelasnya.
Demikian sekilas sejarah korban gempa Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ironisnya, bantuan tertumpuk ditenda posko, salah seorang petugas posko mengatakan, bantuan itu tidak akan dibagikan, jika tidak ada permintaan dari pihak terkait, yang dikoordinir Kepala Desanya.   

2 komentar:

  1. yth Pak Yusuf

    Saya Robby, posisi di Yogja. Apakah bisa dibantu membagi informasi kondisi masyarakat korban Gempa Sigi saat ini(per 26 September)? apakah bantuan dari lembaga masih ada? saat ini yang menjadi kebutuhan masyarakat apa? dan tindakan pemerintah apa ya? terima kasih sebelum dan sesudahnya, maaf banya pertanyaan. Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sory jarak korban bencana dari Kota Palu, kurang lebih dari 10 km, dan saya sdh tdk ada lgi masuk di wilayah itu. krn kesibukan peliputan saya di dalam Kota....

      Hapus