Sungguh memilukan nasib janda tua, bernama Ani Pija (52)
itu, warga Desa Tuva Kecamatan Gubasa Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sejak
ditinggal suaminya dia hidup bersama enam orang anaknya disebuah gubuk tua. 10
tahun lebih dia menghidupi ke enam anaknya, hanya mengandalkan uluran tangan
tetangganya, melalui pekerjaan sebagai buru tani, yang dihargai dalam seharinya
sebesar Rp15 ribu.
Ani Pija, yang biasanya tidak pernah terlihat murung dan
berputus asa, saat ini sering termenung dan berdiam diri, saat senja akan
tenggelam. Dibalik tenda pengungsian di depan gubuk tuanya, Ani berpasrah diri
pada Tuhan, karena gubuk tuanya, kini tinggal diganjal dengan sebuah balok.
Sejak terjadinya gempa pada sabtu (18/8) pekan kemarin.
Sebulan lebih pasca gempa yang berkekuatan 6,2 SR, menerpa
Desa Kelahirannya dan menghancurkan sekitar ribuan rumah dari tiga Kecamatan
Kabupaten Sigi. Kondisi Ani bagaikan terjepit dalam reruntuhan banguan, karena situasi
mencekam tetap terlihat pada benaknya saat menjelang malam, dia masih terbayang
dengan kejadia tersebut. “Saya takut pak, bagaimana kalau gempa itu terjadi
lagi, pasti rumah saya akan rubuh, karena hanya inilah satu-satunya warisan peninggalan
suami saya,” kata dia sambil meneteskan air mata.
Sementara sejak kejadian bencana gempa itu, Ani Pija mengaku
tidak berani meminta bantuan sosial yang bertumpuk di posko penanggulangan
bencana, karena dia juga tidak mau tersinggung, sebab selama ini pendistribusia
bantuan itu, tidak merata bahkan ada yang saling mencurigai. Dia rela bernaung
di tenda milik pribadinya sendiri, yang sudah pada bocor dan tidak layak lagi
untuk bernaung. Sementara warga lainnya yang tidak terlalu parah kondisi
rumahnya, mendapatkan bantua tenda dan peralatan lainnya dan masih tergolong
mampu.
“Alhamdulillah saya masih punya tenda ini, walaupun kalau
ada hujan dipastikan akan basah,” kata dia lagi.
Ani Pija bersama salah seorang anaknya dan menantunya, serta
ditemani cucu tercintanya, tetap bertahan di tenda tua, dan makan apa adanya
tanpa lauk pauk yang layak. Baginya kondisi itu, hal yang biasa dihadapainya,
sebelum gempa itu terjadi. “Saya sudah biasa makan apa adanya,” jelasnya.
Demikian sekilas sejarah korban gempa Kabupaten Sigi, Sulawesi
Tengah yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ironisnya, bantuan tertumpuk
ditenda posko, salah seorang petugas posko mengatakan, bantuan itu tidak akan
dibagikan, jika tidak ada permintaan dari pihak terkait, yang dikoordinir
Kepala Desanya.
yth Pak Yusuf
BalasHapusSaya Robby, posisi di Yogja. Apakah bisa dibantu membagi informasi kondisi masyarakat korban Gempa Sigi saat ini(per 26 September)? apakah bantuan dari lembaga masih ada? saat ini yang menjadi kebutuhan masyarakat apa? dan tindakan pemerintah apa ya? terima kasih sebelum dan sesudahnya, maaf banya pertanyaan. Salam
Sory jarak korban bencana dari Kota Palu, kurang lebih dari 10 km, dan saya sdh tdk ada lgi masuk di wilayah itu. krn kesibukan peliputan saya di dalam Kota....
Hapus